Bandar Lampung. Ungkap.id,-:Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdul Moeloek kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Lampung itu diduga kuat bekerja sama dengan perusahaan penyedia jasa yang tengah bermasalah secara ketenagakerjaan.
Dugaan itu mencuat setelah Lembaga Gerakan Pembangunan Anti Korupsi (Gepak) Lampung menerima laporan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak terhadap seorang karyawan outsourcing bernama Istiana oleh PT Artha Sarana Cemerlang (ASC), perusahaan jasa kebersihan (housekeeping) yang beroperasi di lingkungan RSUD Abdul Moeloek.
Ketua Gepak Lampung, Wahyudi, menegaskan bahwa korban telah diberhentikan tanpa prosedur yang sah, tanpa gaji sejak Februari 2025, dan tanpa menerima surat resmi pemutusan kerja.
Lebih miris lagi, semua komunikasi terkait "pengistirahatan" korban hanya dilakukan melalui pesan singkat WhatsApp oleh pihak manajemen PT ASC.
“Istiana merasa di-PHK sepihak oleh PT ASC. Sudah dari Februari 2025 dia tidak menerima gaji. Alasannya hanya diistirahatkan lewat pesan WhatsApp. Ini pelecehan terhadap hak-hak buruh,” tegas Wahyudi, Rabu (6/8/2025).
Ia menyebut ini sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap UU Ketenagakerjaan. Hak-hak dasar seperti gaji, tunjangan kesehatan, hingga keaktifan BPJS milik korban telah dihentikan sepihak.
Namun ironisnya, hingga kini, tidak ada satu pun surat resmi pemutusan kerja atau pun surat peringatan dari perusahaan.
“Kalau memang dia diberhentikan karena bermasalah, mana surat peringatan satu dan dua? Ini tidak ada sama sekali. Bahkan surat pemecatan pun tidak dikeluarkan,” lanjut Wahyudi.
Tidak hanya itu, Wahyudi juga mendapatkan informasi dari internal RSUD Abdul Moeloek, bahwa PT ASC hingga saat ini tetap beroperasi dan bahkan menerima karyawan baru yang berasal dari keluarga ‘Sengkuni’ rumah sakit.
“Ironisnya, saat Istiana mencoba mendaftar kembali ke PT ASC, perusahaan malah beralasan sudah penuh dan tidak bisa menerima karyawan lagi. Tapi di saat yang sama, mereka menerima orang-orang titipan,” ujar Wahyudi dengan nada geram.
Lebih jauh, Wahyudi juga mengklaim mengantongi bukti kuat terkait siapa saja pihak-pihak yang menerima fee dari proyek tersebut, termasuk rincian presentase bagi hasil. Wahyudi memastikan bahwa data tersebut sudah diamankan dan siap dibuka ke publik bila diperlukan.
“Kami punya bukti lengkap siapa saja yang terlibat dalam penerimaan fee proyek, termasuk presentasenya. Ini bukan sekadar isu PHK, ini indikasi adanya permainan dalam pengelolaan anggaran outsourcing,” ungkapnya.
Lebih jauh, Gepak Lampung mempertanyakan tanggung jawab RSUD Abdul Moeloek sebagai institusi pengguna jasa PT ASC. Apalagi kasus ini terjadi di bawah dua masa kepemimpinan dari Lukman Pura hingga kini di bawah komando dr. Imam Rozali sebagai Direktur RSUD Abdul Moeloek.
“Sudah berganti tongkat kepemimpinan, tapi tidak ada pembenahan. Yang ada malah seperti cuci tangan. Pernyataan dr. Imam menyebut itu bukan kewenangan kami, tapi perusahaan. Padahal PT ASC itu kerja di bawah RSUD Abdul Moeloek, yang notabene dipimpin oleh dr. Imam sendiri,” kata Wahyudi tajam.
Gepak juga menyayangkan sikap pasif dari manajemen rumah sakit dan menyebut ada indikasi pembiaran terhadap perusahaan mitra yang diduga bermasalah.
Terlebih, Ketua Umum Gepak telah melakukan berbagai upaya mediasi secara persuasif, namun hingga kini tak kunjung ada penyelesaian.
“Kami sudah coba selesaikan secara baik-baik. Tapi tak juga ada itikad baik dari perusahaan atau pun dari pihak rumah sakit. Ini bukan hanya soal satu karyawan, ini soal tanggung jawab institusi negara terhadap pekerja,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Lampung, Agus Nompitu, menanggapi persoalan ini dengan mendorong agar penyelesaian dilakukan terlebih dahulu melalui jalur persuasif di internal rumah sakit.
“Sebaiknya komunikasikan atau mediasikan dulu dengan Bidang SDM RSUDAM secara persuasif. Karena RSUDAM itu BLU (Badan Layanan Umum),” ujar Agus.
Agus juga menambahkan bahwa penyelesaian di internal RSUAM harus dimaksimalkan terlebih dahulu sebelum masuk ke ranah Dinas Tenaga Kerja, agar masalah tidak melebar dan bisa diselesaikan sesuai kewenangan manajemen.
“Iya, dimaksimalkan dulu dengan pihak RSUDAM sebelum ke Disnaker,” tegasnya.
Kasus ini memperkuat dugaan bahwa RSUD Abdul Moeloek telah mengabaikan prinsip akuntabilitas dan perlindungan tenaga kerja, dengan tetap memakai jasa perusahaan outsourcing yang tidak memenuhi standar perlindungan buruh.
Gepak Lampung menuntut Pemerintah Provinsi Lampung segera melakukan audit menyeluruh terhadap kontrak kerja sama RSUD Abdul Moeloek dengan PT ASC. Bila terbukti ada pelanggaran hukum dan etika, kerja sama tersebut harus dihentikan, dan semua hak pekerja wajib dipulihkan.(rls)
Social Footer