Dumai, Riau. Ungkap.id, - Kota Dumai yang memiliki luasan daratan seluas 204,674 Hektar. Sementara dari luasan tersebut, terdapat 1 (satu) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan PBPH HPH PT. Diamond maupun 3 (tiga) PBPH HTI antara lain, PT. Suntara Gaja Pati, PT. Ruas Utama Jaya dan PT. Arara Abadi, dimana kegiatan HPH maupun HTI masih dilakukan kegiatan pemanfaatan hasil hutan tersebut. Minggu (20/07/2025).
Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan masih berlaku, beberapa ketentuannya telah diubah dan diperbaharui melalui Undang-Undang Nomor 19 tahun 2004 tentang penetapan Peraturan Pemerintah penganti Undang- Undang Nomor 1 tahun 2004, tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang. Selain itu, Undang-Undang Cipta Kerja juga telah mengubah beberapa ketentuan terkait kehutanan dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999.
Mengingat arti penting dari fungsi hutan bagi keseimbangan lingkungan dan kehidupan manusia, maka bagi pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) memiliki beberapa kewajiban untuk menjaga kawasan hutan. Mereka diberi amanah oleh negara antara lain, wajib melakukan penyusunan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan (RKUPH) pelaksanaan kegiatan sesuai dengan izin, serta pemantauan dan pelaporan dampak lingkungan secara berkala.
Selain itu, mereka juga wajib melakukan pencegahan dan pembatasan kerusakan hutan dan melibatkan masyarakat setempat. Sebagai contoh, PBPH HPH PT. Diamond Raya Timber (DRT) di Kota Dumai yang telah memberikan sebahagian kecil lahannya untuk kemitraan perhutanan sosial seluas 4000 Ha. Namun, kewajiban mereka terhadap perhutanan sosial saja mereka tidak mampu memenuhi peraturan yang ada pada perhutanan sosial, apalagi terhadap kawasan HPH yang begitu Luas 90,000 Ha.
Hal tersebut disampaikan Pengurus DPN Prabowo Center 08, M. Nizar Akas, pada Awak Media, Jumat (18/07/2025).
Lanjutnya, walaupun dari 65 HPH yang ada di Sumatera hanya tinggal satu HPH yang tersisa yaitu PBPH HPH PT DRT, akan tetapi amanah negara yang diberikan tidak terjaga sebagaimana amanat Undang-Undang Kehutanan. Bahkan, cendrung terjadi pembiaran hutan-hutan di kawasan areal PT DRT diokupasi secara non prosedural oleh pelaku-pelaku perambah tanpa ada tindakan nyata. Bahkan, mereka diduga berteman akrab dengan pelaku perambah tersebut.
Sementara, para pelaku kejahatan hutan ini hampir 80 persen (%) bukan orang tempatan. Mereka datang dari luar Kota Dumai.
Dengan adanya kerusakan hutan seperti yang terjadi di PBPH HPH PT. DRT, sepatutnya Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) menindak para pelaku kejahatan kehutanan, terutama pemegang izin.
"Apa dasar mereka berani melakukan pembukaan kawasan hutan tanpa prosedur, tentu patut diduga mereka diketahui Petugas Kehutanan dan Oknum atau Management PBPH pemegang izin," tanya Akas Nizar.
Ia juga berharap, Satgas PKH agar menindak dengan tegas dan memberlakukan segera Undang-Undang Kehutanan, seperti Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.68/ Menhut – II / 2014 dengan mengenakan denda patokan hasil hutan dan menyita lahan kawasan hutan tersebut, serta menata ulang peruntukan kawasan hutan untuk kesejahteraan rakyat sebagaimana harapan dalam konstitusi dan amanat pancasila.
"Rakyat berharap pada Tim Satgas PKH yang memperingatakan kepada siapa saja yang melakukan perambahan secara non prosedural wajib hukumnya dikenakan sanksi, apalagi pihak yang mendapat perizinan berusaha pemanfaatan hutan wajib izinnya dipelajari bahkan bisa dicabut," ujar Akas.
"Jangan pemasangan plank nama hanya sebagai simbol untuk mengatakan pemerintah tegas terhadap pelaku perambahan sebagaimana sebelumnya plank peringatan perambahan, baleho dan selebaran dari Polda perihal larangan membuka lahan dengan cara pembakaran lahan dan lain-lain yang hanya menghabiskan uang negara tanpa ada tindakan bagi semua pelaku," pungkas Akas Subianto, panggilan akrabnya.
Perlu diketahui, Satgas PKH pada Kamis, 17 Juli 2025 telah memasang plang Hutan Kawasan PBPH, HPH dan HTI di Kota Dumai. (Rls).
Social Footer