Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Jakarta, Ungkap.id,- "Arahan Presiden jelas, khusus untuk tindakan-tindakan anarkis, TNI dan Polri diminta mengambil langkah tegas sesuai dengan undang-undang,"
(Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, 30/8)
Kemarahan rakyat, butuh dikompensasi. Bukan ditantang dengan sikap represi. Cara meredam kemarahan rakyat, adalah dengan meluluskan tuntutannya.
Awalnya, kemarahan itu ditujukan kepada DPR. Anggota DPR yang nir empati, yang joget-joget merayakan kenaikan gaji, menyebut rakyat paling tolol sedunia karena tak mau dikritik, adalah pemicu kemarahan rakyat. Lalu, kemarahan itu tersulut makin meluas saat polisi menggilas AFFAN KURNIAWAN, driver OJOL yang tengah mengais rezeki.
Cara mengkompensasi kemarahan, adalah dengan memecat anggota DPR. Kewenangan ini, tidak ada pada Presiden, melainkan ada pada Ketum Parpol. Sayangnya, NasDem hanya melakukan rotasi, bukan memecat Sahroni. Juga tak segera memecat Nava Urbach.
Sementara, PAN yang menaungi Eko Patrio dan Uya Kuya, juga tak mengambil sikap apapun. Seolah-olah, partai justru pasang badan dan menjadi bungker penyelamat.
Kini, para badut politik yang gemar acting ini sedang kompak, mengunggah video minta maaf. Mereka lupa, kemarahan rakyat sudah sampai ke ubun-ubun.
Adapun kebrutalan polisi, yang seharusnya dikompensasi dengan mencopot Kapolri, tidak kunjung dilakukan oleh Presiden.Dengan mencopot Kapolri, publik setidaknya bisa paham, Presiden serius ingin meredakan ketegangan.
Namun, alih-alih mencopot Kapolri, Prabowo Subianto sebagai Presiden justru memerintahkan Kapolri mengambil sikap tegas dalam mereda ketegangan. Kebijakan, yang bisa dipahami sebagai 'menantang rakyat'.
Tersiar kabar, rumah Sahroni sudah habis dijarah. Sebuah konfirmasi kemarahan yang memuncak. Rumah Eko Patrio dan Uya Kuya, disebut Netizen akan menjadi target selanjutnya.
Di Solo, rumah Jokowi sudan mulai di satroni. Tersebar undangan aksi, yang akan dilakukan dirumah Jokowi, 31 Agustus hingga 1 September.
Sejumlah anggota DPR lainnya, mulai bungkam. Khawatir dan takut salah bicara, dan berdampak nasib mereka seperti Sahroni. Anggota DPR mulai sopan, setelah sebelumnya terbiasa bicara ngawur dan melukai perasaan rakyat.
Rakyat yang marah pada DPR yang tak kunjung mengesahkan UU perampasan aset, nampaknya mulai mempraktikkan UU tersebut. Rumah Sahroni asetnya habis dirampas rakyat yang marah.
Kemarahan rakyat mulanya pada DPR, merambat ke Polisi. Namun, jika presiden gegabah dan mengambil kebijakan REPRESIF untuk meredam ketegangan, bukan mustahil rakyat juga ikut marah dan menuntut Prabowo mundur dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia. (Amin)
Social Footer